- Manawi kula ajrih, rak kirang mantep kula dhateng Gusti Kula. Payung kula Gusti Kula, tameng kula inggih Gusti Kula.
- Namung kula mboten kenging nilar pathokan waton kola piyambak utawi supe dhateng maksud lan ancasipun agesang, inggih punika ngawula dhateng kaulaning Gusti, lan memayu ayuning urip.
- Ingkang tansah dados ancasipun lampah kula boten sanes namung sunyi pamrih, puji kula boten sanes namung sugih, sugeng senenging sasami. Prabot kula boten sanes badan lan budi.
- Lampah kula tansah anglampahi dados kawulaning sasami, tansah anglampahi dados muriding agesang,wajib tiyang gesang sinau anglaras batos soho raos.
Kutipan diatas saya ambil dari kata-kata Drs. R.M.P Sosrokartono yang menunjukkan pentingnya faktor aku dalam hubungan dengan Tuhan dan alam semesta - ( sagung dumadi, sagung tumitah urip ). Dan tentang bagaimana kita manusia dapat hidup berselaras dengan Tuhan, masyarakat dan alam lingkungannya saya akan menggunakan carakan Jawa sebagai acuan.
Aksara Jawa dan artiannya adalah sebagai berikut :
Maksudnya sebagai ungkapan untuk menyatakan jatidiri manusia dalam menggapai kedewasaan hidupnya. Saya sebut demikian karena keberadaan manusia didunia ini dilengkapi dengan cipta (pikiran), rasa (perasaan), dan karsa (kemauan untuk melahirkan pakarti) yang tidak berlawana dengn laku jentera kehidupan karena semua itu sudah dikodratkan ( datan salah wahyaning lampah ). Jika demikian manusia akan selamat ( padhang jagade yen nyumurupana), sehingga manusia mampu melihat, menyadari alam kehidupan semeta ciptaan Tuhan (marang gambaraning bathara ngaton). Jadi dengan bekal Cipta, Rasa dan Karsa yang diberikan yang dikodratkan itu manusia wenang ngatur dan menentukan dirinya sendiri (mandireng pribadi).
Memang kita manusia berhak mengatur dan menentukan dirinya sendiri (mandireng pribadi), tetapi tetap ada batasannya karena manusia hidup didunia berpusat kepada AKU. AKU adalah AKU.Diluar AKU adalah kau. Kau bukan AKU. AKU adalah pusat kehidupan semesta. Kehidupan semesta dengan segala isinya bergerak, berpikir, dan hidup menurut apa yang ada pada AKU. Oleh sebab itu kita manusia menyadari sesadar-sadarnya telah menerima anugerah dari Tuhan berupa Cipta,Rasa dan Karsa, yang membuat kita mampu, bisa, berhak dan wenang untuk mengtur dan menentukan dirinya sendiri (mandireng pribadi), tetapi harus tetap ada aturannya tidak boleh keluar dari batas-batasnnya sesuai dengan wejangan Ki Sosrokartono "namung kulaboten kenging nilar pathokan waton kula piyambak".
Maka kita manusia bukan berarti mau hidup seenaknya sendiri, melainkan bisa.dapat dan mampu mengatur hidup masing-masing yang selaras dengan masyarakat serta alam lingkungannya. Karena itu di masyarakat Jawa berkembang ungkapan-ungkapan untuk mengingatkan kita seperti " aja nggugu karepe dewe", "aja mburu senenge dewe", "aja mburu menenge dewe", "aja nuhoni benere dewe" dan lain sebagainya.
Aksara Jawa selain mengandung makna mengingatkan kita agar menghormati dan menghargai sesama makhluk hidup dan alam lingkungannya sehingga tercipta hidup yang berselaras, pada ketiga dan keempat yang bunyinya " padha.........magaba......", yang bisa diartikan "padhang jagade yen nyumurupana marang gambaraning bathara ngaton"- pun mengandung arti pengakuan adanya Tuhan , yang merupakan sumber dari segala sumber alam kehidupan semesta, seperti yang dikatakan Ki sosrokartono "payung kula Gusti Kula, tameng kula inggih Gusti kula".
Hidup selaras dengan masyarakat dan alam lingkungan itulah sebenarnyayang menjadi tujuan pokok kita hidup sesuai engan ajaran kejawen bagi kita orang Jawa, sehingga terciptalah hidup yang seimbang. Akhirnya itu semua kembali kepada kita, untuk dapat menghargai dan menghormati masyarakat dan alam untuk mewujudkan kehidupan yang berselaras diatas permukaan bumi ini.
Aksara Jawa dan artiannya adalah sebagai berikut :
- ha-na-ca-ra-ka : hananing cipta rasa karsa
- da-ta-sa-wa-la : datan salah wahyaning lampah
- pa-dha-ja-ya-nya : padhang jagade yen nyumurupana
- ma-ga-ba-tha-nga : marang gambaraning bathara ngaton
Maksudnya sebagai ungkapan untuk menyatakan jatidiri manusia dalam menggapai kedewasaan hidupnya. Saya sebut demikian karena keberadaan manusia didunia ini dilengkapi dengan cipta (pikiran), rasa (perasaan), dan karsa (kemauan untuk melahirkan pakarti) yang tidak berlawana dengn laku jentera kehidupan karena semua itu sudah dikodratkan ( datan salah wahyaning lampah ). Jika demikian manusia akan selamat ( padhang jagade yen nyumurupana), sehingga manusia mampu melihat, menyadari alam kehidupan semeta ciptaan Tuhan (marang gambaraning bathara ngaton). Jadi dengan bekal Cipta, Rasa dan Karsa yang diberikan yang dikodratkan itu manusia wenang ngatur dan menentukan dirinya sendiri (mandireng pribadi).
Memang kita manusia berhak mengatur dan menentukan dirinya sendiri (mandireng pribadi), tetapi tetap ada batasannya karena manusia hidup didunia berpusat kepada AKU. AKU adalah AKU.Diluar AKU adalah kau. Kau bukan AKU. AKU adalah pusat kehidupan semesta. Kehidupan semesta dengan segala isinya bergerak, berpikir, dan hidup menurut apa yang ada pada AKU. Oleh sebab itu kita manusia menyadari sesadar-sadarnya telah menerima anugerah dari Tuhan berupa Cipta,Rasa dan Karsa, yang membuat kita mampu, bisa, berhak dan wenang untuk mengtur dan menentukan dirinya sendiri (mandireng pribadi), tetapi harus tetap ada aturannya tidak boleh keluar dari batas-batasnnya sesuai dengan wejangan Ki Sosrokartono "namung kulaboten kenging nilar pathokan waton kula piyambak".
Maka kita manusia bukan berarti mau hidup seenaknya sendiri, melainkan bisa.dapat dan mampu mengatur hidup masing-masing yang selaras dengan masyarakat serta alam lingkungannya. Karena itu di masyarakat Jawa berkembang ungkapan-ungkapan untuk mengingatkan kita seperti " aja nggugu karepe dewe", "aja mburu senenge dewe", "aja mburu menenge dewe", "aja nuhoni benere dewe" dan lain sebagainya.
Aksara Jawa selain mengandung makna mengingatkan kita agar menghormati dan menghargai sesama makhluk hidup dan alam lingkungannya sehingga tercipta hidup yang berselaras, pada ketiga dan keempat yang bunyinya " padha.........magaba......", yang bisa diartikan "padhang jagade yen nyumurupana marang gambaraning bathara ngaton"- pun mengandung arti pengakuan adanya Tuhan , yang merupakan sumber dari segala sumber alam kehidupan semesta, seperti yang dikatakan Ki sosrokartono "payung kula Gusti Kula, tameng kula inggih Gusti kula".
Hidup selaras dengan masyarakat dan alam lingkungan itulah sebenarnyayang menjadi tujuan pokok kita hidup sesuai engan ajaran kejawen bagi kita orang Jawa, sehingga terciptalah hidup yang seimbang. Akhirnya itu semua kembali kepada kita, untuk dapat menghargai dan menghormati masyarakat dan alam untuk mewujudkan kehidupan yang berselaras diatas permukaan bumi ini.